masukkan script iklan disini
Oleh: Sopyanto, Ketua DPC PPWI Lampung Timur
Lampung- Globalfaktual-com - Ketika kita membicarakan kemajuan suatu bangsa, kita sering menyebut teknologi, ekonomi, politik, atau kekuatan militer sebagai indikator utama. Namun ada satu unsur yang menjadi fondasi dari semuanya, unsur yang kerap tidak terlihat namun justru paling menentukan yaitu guru. Di setiap pemimpin hebat, ilmuwan besar, hingga anak bangsa yang berprestasi, selalu ada peran guru yang bekerja dalam sunyi. Karena itu, di momentum istimewa ini, kita mengucapkan dengan penuh penghormatan: Selamat Hari Guru.
Di balik papan tulis sederhana, guru memikul beban besar, membentuk manusia. Mereka bukan hanya pengajar, tetapi pembimbing, penanam nilai, dan penjaga moral. Guru merajut keberanian, kecerdasan emosional, rasa ingin tahu, dan karakter murid, hal-hal yang tidak bisa diukur hanya dengan angka pada rapor.
Di era teknologi digital, tugas guru semakin kompleks. Mereka dituntut menguasai aplikasi pembelajaran, menavigasi arus informasi yang cepat, serta mengajarkan literasi digital agar murid tidak terjebak hoaks dan toxic content. Di sisi lain, banyak guru masih bekerja dengan fasilitas minim, internet tidak stabil, perangkat pribadi yang harus dibeli dari gaji sendiri, atau ruang kelas yang jauh dari layak. Meski demikian, mereka tetap mengajar dengan keteguhan hati, karena bagi mereka pendidikan adalah cahaya yang tidak boleh padam.
Momentum Hari Guru ini menjadi pengingat bahwa di balik kemajuan bangsa, ada sosok-sosok luar biasa yang terus berjuang bahkan ketika tak terlihat.
Tidak ada pembahasan mengenai dunia pendidikan yang lengkap tanpa menyebut perjuangan guru honorer. Mereka adalah pahlawan yang berdiri tegak di garis terdepan pendidikan, namun hidup dalam keterbatasan. Banyak dari mereka bekerja penuh waktu tetapi hanya menerima gaji yang bahkan tidak cukup untuk transportasi bulanan.
Ada guru honorer yang tetap mengajar dengan semangat, meski pulang sore dengan motor tua dan membawa setumpuk tugas murid yang harus diperiksa di rumah. Jika ditanya mengapa bertahan, banyak dari mereka menjawab dengan senyum; “Karena saya mencintai murid-murid saya.”
Pengabdian tulus inilah yang patut kita hormati. Maka izinkan kembali kita lantangkan Selamat Hari Guru, khususnya bagi para guru honorer yang terus menghidupkan harapan bangsa di tengah keterbatasan.
Ketika kita melihat fenomena sosial saat ini, pergeseran nilai, krisis moral, media sosial yang membentuk pola pikir generasi muda, guru menjadi benteng terakhir pembentukan karakter. Mereka hadir bukan hanya untuk mengajar, tetapi menjadi kompas moral bagi murid yang sedang mencari arah.
Ada murid yang hampir putus sekolah tetapi kembali berjuang karena diingatkan gurunya. Ada yang kehilangan semangat belajar namun bangkit kembali setelah diberi motivasi. Ada yang terjebak pergaulan negatif, namun diselamatkan karena gurunya peduli.
Keteladanan ini tidak selalu terlihat dalam jangka pendek. Namun bertahun-tahun kemudian, murid-murid itu akan mengenang dan berkata, “Saya bisa, karena dulu guru saya percaya pada saya.”
Inilah kekuatan seorang guru, kekuatan yang tidak dimiliki profesi lain.
Perubahan zaman bergerak cepat, namun guru tetap dituntut beradaptasi lebih cepat. Kurikulum terus diperbarui, metode pengajaran semakin variatif, kompetensi digital menjadi keharusan, dan orientasi belajar tidak lagi satu arah. Guru bukan hanya penyampai materi, tetapi kreator lingkungan belajar.
Namun di balik tuntutan itu, masih banyak sekolah yang minim fasilitas. Di desa-desa, guru tetap mengajar dengan kondisi seadanya. Tetapi mereka tidak berhenti, karena mereka percaya pendidikan adalah kunci masa depan bangsa.
Momentum Hari Guru adalah waktu terbaik bagi kita untuk merenung! apakah kita sudah memberi dukungan yang layak bagi mereka yang menjaga masa depan anak-anak kita?
Salah satu persoalan yang kian terasa adalah memudarnya penghargaan sosial terhadap guru. Tuntutan publik semakin tinggi, tetapi apresiasinya semakin rendah. Ada orang tua yang langsung menyalahkan guru tanpa memahami konteks. Ada guru yang berniat mendisiplinkan murid justru dipersoalkan secara hukum. Padahal membangun karakter membutuhkan ketegasan, bukan sekadar pengajaran.
Masyarakat perlu memahami bahwa keberhasilan anak bukan hanya hasil kerja orang tua, tetapi hasil kerja bersama: rumah, sekolah, dan lingkungan.
Pada Hari Guru ini, mari kita kembalikan rasa hormat itu. Bukan semata kata-kata, tetapi lewat sikap. Lewat kepercayaan. Lewat kerja sama.
Penghargaan kepada guru tidak hanya berhenti pada ucapan “Selamat Hari Guru”, tetapi juga harus diwujudkan dalam tindakan nyata:
Kesejahteraan yang layak,
Pelatihan berkualitas,
Pengakuan profesi yang kuat,
Perlindungan hukum, dan
Lingkungan kerja yang manusiawi.
Guru adalah aset strategis bangsa. Tidak ada negara maju tanpa guru yang dihargai dan diperhatikan kesejahteraannya.
Di tengah berbagai persoalan bangsa, mari kita sejenak mengingat bahwa tanpa guru, tidak ada dokter, perawat, polisi, hakim, wartawan, pengusaha, atau pemimpin negeri. Guru adalah akar dari semua profesi lain. Mereka mungkin berjalan dalam diam, tetapi dari tangan merekalah masa depan dibentuk.
Maka pada hari yang penuh makna ini, dengan ketulusan dan rasa hormat yang mendalam, kita ucapkan:
Selamat Hari Guru.
Terima kasih atas segala pengorbanan, dedikasi, dan cinta yang telah kau tanamkan untuk generasi bangsa.
Way Jepara, 25 November 2025