• Jelajahi

    Copyright © Global Faktual
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Hutan Diklaim Selamat, Luka Rakyat Menganga

    Sabtu, 20 Desember 2025, Desember 20, 2025 WIB Last Updated 2025-12-21T01:03:43Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini
    Globalfaktual-com - Sumatera Utara — Konflik lahan antara PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan masyarakat adat Sihaporas kembali memanas. Bentrokan berdarah yang terjadi pada September 2025 di Kecamatan Pematang Sidamanik menyisakan luka, trauma, dan pertanyaan besar tentang keberpihakan negara.

    Peristiwa ini mencuat bersamaan dengan sorotan publik terhadap keputusan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni yang justru memberikan Penghargaan Prima Wana Karya 2025 kepada PT TPL, meski konflik dan bencana ekologis di Sumatera Utara terus berulang, mulai dari banjir bandang hingga longsor yang menelan korban jiwa.

    Penghargaan di Tengah Konflik

    Penghargaan tersebut diberikan pada 15 Agustus 2025, sekitar sebulan sebelum bentrokan terjadi. Keputusan ini menuai kritik karena sebelumnya Ephorus HKBP telah meminta Menteri Kehutanan menghentikan operasi PT TPL guna meredam konflik dengan masyarakat adat.

    > “Sudah diingatkan, tapi malah diberi penghargaan. Ini justru bikin gaduh,”
    kata Maret Samuel Sueken, Ketua Umum JPKP.



    Pegiat agraria Sumatera Utara, Rudi C. Tanjung, SH, menilai penghargaan itu seperti tameng bagi perusahaan.

    > “Perusahaan dicitrakan bersih, padahal di lapangan masyarakat masih berjuang dengan luka,” ujarnya.

    Sengketa Tanah Adat

    Akar konflik berasal dari izin konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) yang diberikan kepada PT TPL. Masyarakat adat menegaskan tanah tersebut adalah tanah adat yang tidak pernah dilepaskan, sementara perusahaan mengklaim memiliki HGU yang sah.

    Sejak 2015, penolakan warga terus berlangsung hingga memuncak pada bentrokan fisik tahun ini. Mediasi telah dilakukan aparat dan pemerintah daerah, namun belum menghasilkan solusi yang adil bagi semua pihak.

    Sejumlah aktivis menilai penghargaan kepada PT TPL sebagai sinyal keliru dari pemerintah.

    > “Negara terlihat lebih menghargai produksi daripada penderitaan rakyat,”
    kritik Rudi.



    Pengamat kebijakan publik mendorong audit independen atas legalitas konsesi, dampak lingkungan, dan dampak sosial perusahaan, serta dialog berbasis keadilan restoratif dengan masyarakat adat.

    Kasus PT TPL menambah daftar kontroversi Raja Juli Antoni. Ia kerap dijuluki publik sebagai “menteri tukang gaduh” karena berbagai polemik, mulai dari dugaan nepotisme proyek FOLU Net Sink 2030, bagi-bagi jabatan kader partai, hingga aktivitas media sosial yang dinilai tidak pantas bagi pejabat negara.

    Seorang pengamat politik di Jakarta menilai kegaduhan tersebut bisa berdampak luas.Jumat (19/12/2025).

    > “Kalau terus dipertahankan, ini bisa menjadi beban politik bagi Presiden,” ujarnya.


    Jangan Tutupi Luka dengan Penghargaan

    Publik kini menuntut negara lebih berpihak pada rakyat dan lingkungan, bukan sekadar pada kepentingan korporasi.

    > “Jangan hanya lihat angka produksi. Luka sosial juga harus diperhitungkan,”
    tegas Sueken.



    Jika konflik di Simalungun terus dibiarkan, ketidakpercayaan terhadap negara dikhawatirkan semakin dalam dan sulit dipulihkan.**

    (Djo)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini