• Jelajahi

    Copyright © Global Faktual
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Tanggapi Putusan MK 114/2025, Dr. Dhoni Martien Tekankan Pentingnya Memahami Kewenangan Polri Secara Menyeluruh”

    Minggu, 16 November 2025, November 16, 2025 WIB Last Updated 2025-11-17T05:43:47Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini
    Jakarta- Globalfaktual-com - Menanggapi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 114/PUU-XXIII/2025 terkait ketentuan jabatan sipil bagi anggota Polri, praktisi kebijakan publik sekaligus Direktur LBH SMSI, Assoc. Prof. Dr. Dhoni Martien, S.H., M.H, menyampaikan pandangan hukum yang menekankan pentingnya penafsiran norma secara utuh dan tidak sepotong-sepotong.

    Menurut Dr. Dhoni, terdapat tiga kerangka analisis yang harus menjadi pertimbangan utama: perspektif hukum internasional, konstitusional-ketatanegaraan, dan ilmu perundang-undangan. Ketiga perspektif tersebut, kata dia, saling berkelindan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

    Dari perspektif hukum internasional, Dr. Dhoni menegaskan bahwa tentara dan polisi memiliki kedudukan yang berbeda secara fundamental. Tentara adalah combatant yang memang disiapkan untuk perang dan pertahanan negara, sementara polisi merupakan non-combatant atau civil combatant, yakni aparat sipil bersenjata yang bertugas menghadapi kejahatan dalam konteks penegakan hukum.
    “Polisi itu penjaga masyarakat. Kehadirannya untuk melindungi, mengayomi, menjaga ketertiban, dan melayani publik. Bahkan dalam masa konflik atau bencana sekalipun, polisi tetap menjadi garda terdepan bagi warga sipil,” jelasnya.

    Ditinjau dari sudut konstitusional, Dr. Dhoni menegaskan bahwa mandat Polri telah diatur tegas dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa Polri bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
    Ketentuan ini kemudian dijabarkan dalam UU No. 2 Tahun 2002 yang mengatur fungsi, peran, kedudukan, hingga kewenangan Polri.
    “Pasal 14 ayat (1) huruf k dengan jelas memberikan tugas Polri untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam lingkup tugas kepolisian. Inilah dasar normatif yang sah bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan sipil pada kementerian, lembaga negara, maupun badan negara. Itu bukan penyimpangan, melainkan bagian dari mandat pelayanan publik,” ujarnya.

    Dr. Dhoni juga menekankan bahwa jabatan sipil tertentu yang diisi anggota Polri, seperti di BNPT, BNN, atau KPK, berkaitan langsung dengan tugas penegakan hukum. Sedangkan penempatan di kementerian atau lembaga legislatif bersifat administratif dan tetap berada dalam koridor tugas pelayanan publik Polri.

    Dari perspektif ilmu perundang-undangan, ia menilai kesalahan umum dalam membaca Putusan MK ini adalah kecenderungan memaknai satu pasal secara terpisah dari keseluruhan undang-undang.
    “Norma dalam undang-undang itu adalah satu sistem. Pasal tidak boleh dibaca secara parsial. Pasal 28 ayat (3) harus dipahami dalam hubungan dengan Pasal 14 ayat (1) huruf k UU Polri. Jika hanya satu pasal yang diambil tanpa mengaitkan norma lainnya, maka penafsirannya pasti menyimpang,” tegasnya.

    Menurutnya, Putusan MK ini lebih menyentuh aspek implementasi di lapangan ketimbang menyoal konstitusionalitas norma secara keseluruhan. Oleh sebab itu, pemaknaan yang tepat harus dilakukan secara sistematis.

    Assoc. Prof. Dr. Dhoni Martien menutup dengan imbauan agar masyarakat, akademisi, dan pembuat kebijakan membaca persoalan ini secara objektif dan komprehensif.
    “Polri memiliki mandat yang sangat besar dalam menjaga keamanan dan melayani masyarakat. Untuk memahami Putusan MK maupun UU Polri, kita harus membaca hukum secara menyeluruh, kontekstual, dan tidak terjebak pada tafsir sempit. Negara hukum berdiri di atas penafsiran yang utuh, bukan parsial,” pungkasnya. (*)



    Tiara
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini