masukkan script iklan disini
Globalfaktual-com - Jakarta, 1 agustus 2025 Yus Dharman,SH.,MM ,M.Kn
Advokat/Ketua Dewan Pengawas FAPRI (Forum Advokat & Pengacara Republik Indonesia)
KUHAP saat ini memang sudah tidak relevan dan memadai, perlu segera di revisi Namun, kebutuhan mendesak ini bukan alasan bagi DPR dan pemerintah untuk tergesa-gesa merevisi KUHAP tanpa partisipasi publik yang luas.
RUU KUHAP seharusnya sebagai balancing of right/ keseimbangan hak antara tersangka dan korban serta balancing of authority/menyeimbangkan kewenangan antarlembaga seperti Polri, Kejaksaan, lembaga peradilan, maupun institusi lainnya, sebagai bentuk upaya mekanisme check and balances.
Alih-alih merevisi agar KUHAP agar menjadi Progresif, frasa dalam draft revisi "mengatur bahwa penyelidik dapat melakukan berbagai tindakan upaya paksa seperti menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai, hingga melakukan pemeriksaan tanda pengenal pada pasal 5 ayat (1)dan Pasal 5 ayat (2) yang membolehkan penyelidik untuk menangkap, menggeledah, mengambil sidik jari serta data forensik, hingga menahan seseorang atas perintah penyidik, malah regresif. Seolah-olah Kepolisian merupakan super body yg di isi oleh orang-orang suci setengah Dewa padahal realita nya sudah bukan rahasia lagi, berbanding terbalik.
Ketentuan pasal 21 ayat (1) pada KUHAP yg ada saat ini saja, mengenai Hak Subyektif kepolisian untuk menahan terlapor absurd, frasa "keadaan yang menimbulkan kekhawatiran" sangat absurd. Sulit untuk dimengerti menggunakan akal sehat. menahan tersangka benar-benar untuk kepentingan penyidikan atau ada motif lain?
seolah-olah menegaskan bahwa kekhawatiran dari sisi penyidik kepolisian itu pasti akan terbukti kebenaran nya, bahwa terlapor akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan mengulangi tindak pidana.
Pernahkah terpikirkan bahwa hak subyektif kepolisian untuk menahan orang, justru membuka peluang oknum polisi nakal berkolaborasi dengan pihak yang salah untuk memfitnah, digunakan untuk meng kriminalisasi masyarakat yang tidak bersalah, yang sedang berjuang terhadap tanah adat milik leluhur mereka yang diserobot korporasi milik oligarki atas nama investasi?
Oleh sebab itu Rancangan Undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang baru harus secara eksplisit mengatur tentang "Hak Subyektif Kepolisian". sehingga diharapkan dapat mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan bahwa hak asasi manusia dihormati bukan malah menambah kewenangan kekuasaan kepolisian.
Tanpa ada aturan yang solid dan rigid tentang hak subyektif, oknum anggota kepolisian nakal dapat sewenang-wenang menggunakan Hak subyektif nya untuk kepentingan diri dan kroni nya menahan tersangka yang belum tentu salah sebagai teror untuk membungkam agar tdk mempermasalahkan miliknya baik berupa tanah, kebun, dsb yang dirampas oleh oligarki.
Dengan dalih hak Subyektif, oknum polisi nakal mempunyai diskresi yang luas dalam menjalankan tugasnya sehingga potensi menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power) juga sangat besar.
Karena kriteria hak subyektif untuk menahan tersangka sulit di ukur, apalagi ditambah draft revisi yang membolehkan menahan tersangka. dalam tingkat penyelidikan, bagaimana kalau yang ditahan ternyata terbukti orang yang tidak bersalah ?
Sedangkan proses Penyelidikan bukan merupakan obyek Pra peradilan ?
(Narasumber:Yus Dharman,SH.,MM)